Selasa, 24 Desember 2013

FAKTOR PENYEBAB KORUPSI

Korupsi adalah suatu tindak pidana yang merugikan banyak pihak. Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau orang lain secara tidak sah.Mengutip teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :

1. Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
2. Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
3. Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
4. Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.

Faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor) korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan Exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang kepentingannya dirugikan.

 Menurut Arya Maheka, Faktor-Faktor yang menyebabkan terjadinya Korupsi adalah :
  1. Penegakan hukum tidak konsisten : penegakan huku hanya sebagai meke-up politik, bersifat sementara dan sellalu berubah tiap pergantian pemerintahan.
  2. Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila tidak menggunakan kesempatan.
  3. Langkanya lingkungan yang antikorup : sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.
  4. Rendahnya pndapatan penyelenggaraan negara. Pedapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
  5. Kemiskinan, keserakahan : masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
  6. Budaya member upeti, imbalan jasa dan hadiah.
  7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi : saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya. Rumus: Keuntungan korupsi > kerugian bila tertangkap.
  8. Budaya permisif/serba membolehkan; tidakmau tahu : menganggap biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak perduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi.
  9. Gagalnya pendidikan agama dan etika : ada benarnya pendapat Franz Magnis Suseno  bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama menganggap agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja. Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam  memainkan peran sosial. Menurut Franz, sebenarnya agama bisa memainkan peran yang besar dibandingkan insttusi lainnya. Karena adanya ikatan emosional antara agama dan pemeluk agama tersebut jadi agama bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat memberikan dampak yang sangat buruk baik bagi dirinya maupun orang lain.

Sumber : 
Arya Maheka, Galih Pamungkas
http://smkn3-denpasar.sch.id/pak/?page_id=19


KORUPSI DI SEKTOR SWASTA

Selama ini publik menilai bahwa persoalan korupsi yang semakin merajalela hanya terjadi di lingkungan pemerintah. Padahal, korupsi di sektor swasta atau bisnis jauh lebih dahsyat dan mengkhawatirkan.
Hal itu setidaknya bisa dilihat dari laporan hasil survei Global Corruption Report (GCR) yang dirilis Transparency International (TI) Rabu (7/10). Lembaga yang berpusat di Berlin itu menyebutkan, banyak kondisi yang memungkinkan terjadinya krisis terkait risiko korupsi di dunia bisnis. Kerugian akibat praktik korupsi di sektor swasta secara global, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, ditengarai mencapai nilai tak kurang dari 300 miliar US dolar.Berdasar hasil temuan TI, terungkap sumber utama terjadinya praktik korupsi di sektor swasta adalah suap. Praktik tersebut terjadi ketika dunia bisnis bersinggungan dengan pejabat pemerintah, pegawai negeri, ataupun anggota partai politik.
Di negara-negara berkembang, politisi dan pejabat pemerintah menerima suap dari kelompok swasta sebanyak 20 sampai 40 miliar US dolar atau setara dengan Rp 200 triliun sampai Rp 400 triliun setiap tahun. Suap itu dilakukan dengan cara terorganisasi dan nyaris tidak tersentuh hukum. Laporan GCR menunjukkan, dari 2.700 lebih eksekutif bisnis yang disurvei di 26 negara, ditemukan 2 di antara 5 pejabat eksekutif bisnis mengakui pernah diminta menyuap ketika berhubungan dengan lembaga pemerintah. Sebanyak 50 persen manajer bisnis memperkirakan, korupsi menambah biaya proyek sedikitnya 10 persen dan dalam beberapa kasus lebih dari 25 persen. Sementara itu, 1 di antara 5 pelaku bisnis mengakui dikalahkan pesaing mereka yang melakukan suap.
Akibat korupsi oleh kelompok bisnis ke pejabat publik, harga yang dibayar tidak sekadar uang. Praktik itu secara langsung telah merusak kinerja perusahaan. Imbasnya, terjadi korupsi pasar yang melemahkan persaingan sehat, harga yang adil, dan efisiensi. Dampak terburuk lain adalah mempertahankan birokrasi, partai politik, dan pemerintahan yang korup. Lobi-lobi bisnis yang kotor telah melemahkan legitimasi pemerintah. Pelaku bisnis kuat bisa mengendalikan kebijakan dan pemerintahan. Akibatnya, mustahil terciptanya keputusan demokratis. Keputusan atau kebijakan sudah diarahkan kepada kelompok swasta bermodal kuat dan pemberi suap paling banyak.
***
Fenomena korupsi di negara-negara berkembang juga menimbulkan masalah baru. Yaitu, ekspor korupsi dari negara maju ke negara berkembang. Pengusaha di negara maju, seperti Singapura dan Amerika Serikat, bisa saja bersih di negara asalnya. Tapi, saat berbisnis di negara berkembang, mereka justru lebih kotor daripada pengusaha lokal. Pemberian sejumah uang suap kepada pejabat di tingkat lokal dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan menjadi biaya yang wajib dibayarkan untuk memenangi suatu kontrak atau tender.
Penerapan transparansi dan akuntabilitas di dalam sektor swasta merupakan salah satu kunci untuk mencapai masyarakat yang terbebas dari korupsi. Hal tersebut juga diamanatkan dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pemberantasan Korupsi-United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) yang di dalam pasal 12 mengatur tentang kewajiban setiap negara untuk mencegah terjadinya korupsi di sektor swasta.
Krisis ekonomi global telah membuka mata semua orang tentang pentingnya penerapan transparansi dan akuntabilitas di sektor swasta. Praktik bisnis yang kotor dalam sektor swasta ternyata memberi efek domino yang merugikan kepentingan publik secara langsung. Praktik spekulan bursa saham, penghindaran pajak, dan disinformasi oleh pebisnis swasta mengakibatkan kerugian besar yang dalam krisis ini dirasakan langsung masyarakat luas. Skandal di perusahaan Enron, Global Crossing, dan WorldCom yang terjadi di Amerika Serikat beberapa tahun lalu merupakan contoh penipuan (fraud) yang dilakukan perusahaan swasta. Skandal tersebut memberikan efek bola salju ke seluruh dunia dan korporasi global serta merusak kepercayaan publik tentang integritas bisnis.
Hal yang sama terjadi di Indonesia. Selama ini banyak pihak yang lebih berfokus pada persoalan korupsi di sektor publik. Secara faktual sektor publik di Indonesia memang masih marak dengan korupsi, namun tidak berarti sektor swasta bersih. Pada kenyataannya, praktik penjualan ke dalam dan kolusi yang terjadi dalam sektor perbankan di Indonesia pada 1998 dianggap sebagai salah satu penyebab terjatuhnya Indonesia dalam krisis ekonomi. Skandal Bank Century merupakan contoh terbaru yang sangat relevan tentang kasus penipuan (fraud) oleh sektor swasta di Indonesia.
Indonesia adalah salah satu negara yang meratifikasi UNCAC pada 2006. Karena itu, selayaknya di Indonesia perhatian terhadap korupsi dalam sektor swasta mulai ditingkatkan. Contoh-contoh kasus di atas menunjukkan secara jelas urgensi perhatian masyarakat dalam konteks pemberantasan korupsi di sektor swasta.
Sektor swasta sesungguhnya bisa memainkan peran dalam pemberantasan korupsi dengan mengupayakan agar sektor swasta tidak ikut-ikutan korupsi dengan melakukan kongkalikong dengan aparat atau pejabat publik. Namun, untuk mencapai itu, terlebih dahulu penegakan hukum harus berjalan. Lembaga penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi dan kejaksaan, harus mulai memprioritaskan kasus korupsi di sektor swasta. Selain itu, sektor swasta bisa berperan dalam mendukung upaya pencegahan korupsi dengan proaktif melaporkan tindakan-tindakan korupsi atau suap kepada aparat penegak hukum. (*)


Sumber :
 http://www.antikorupsi.org/id/content/korupsi-di-sektor-swasta

MORALITAS KORUPTOR


ABSTRAKSI

Gita Rachmawati. 13210024
MORALITAS KORUPTOR
Tugas Softskill. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma 2013
Kata kunci : Moralitas. Koruptor. Korupsi
(ii + 10 halaman)

Korupsi merupakan perbuatan yang sangat tidak bermoral. Mengambil keuntungan untuk diri sendiri ataupun kelompok dengan cara yang tidak baik, yang dapat merugikan ataupun mengorbankan orang lain bahkan masyarakat banyak. Penyebab terjadinya korupsi juga dikarenakan moral yang tidak baik serta hukum yang kurang tegas bagi para koruptor sehingga para koruptor bias leluasa terus menerus melakukan korupsi. Korupsi juga dapat memberikan dampak yang tidak baik pada bidang bisnis, karena adanya oknum-oknum yang meminta uang lebih ataupun pungutan liar, yang tidak bertanggung jawab ini akan membebankan perusahaan  seperti adanya biaya tinggi sehingga hal tersebut berpengaruh pula pada harga dari sebuah produk barang atau jasa yang dihasilkan. Seharusnya hukum untuk para koruptor harus lebih tegas. Para koruptor harus diberi hukuman yang bias membuat efek jera. Seperti diasingkan ke tahanan di sebuah pulau terpencil khusus para koruptor, member hukuman penjara yang tidak sebentar dan memiskinkan para koruptor tersebut, karena para koruptor adalah musuh bangsa yang sesungguhnya.
Daftar Pustaka

 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang Masalah
Berkembangnya suatu negara berasal dari pemerintahannya serta rakyatnya.  Dua elemen tersebut adalah hal yang paling menentukan untuk perkembangan bangsa. Dalam bidang bisnis pun, pelaku bisnis atau si pemilik bisnis dan para karyawannya adalah dua elemen penting untuk menentukan kemajuan bisnis tersebut. Bila salah satu dari mereka tidak dapat bekerjasama dengan baik secara jujur, dan malah hanya menguntungkan diri sendiri, maka perkembanganpun tidak akan ada.
Saat ini, banyak sekali manusia yang dengan sadar ataupun tidak, mengambil keuntungan dengan cara yang tidak baik. Korupsi, itulah kata-kata yang marak disebutkan. Para koruptor tersebut seolah mengenyampingkan moral mereka entah sebagai pejabat public ataupun pelaku bisnis. Mereka seolah lupa akan perbuatan mereka yang sangat merugikan orang lain dan bahkan masyarakat banyak.
Berdasarkan uraian diatas dan melihat betapa pentingnya moralitas, maka penulis memiliki judul “MORALITAS KORUPTOR”      
1.2              Perumusan Masalah
  • Bagaimana korupsi bisa terjadi?
  •  Bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis, siapa yang harus bertanggungjawab?
  • Bagaimana cara memberantas para koruptor?
1.3              Batasan Masalah
Penulis membatasi ruang lingkup pembahasan hanya pada moralitas koruptor.
1.4              Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut,maka tujuan yang akan dicapai adalah:
  1. Mengetahui faktor-faktor terjadinya korupsi
  2. Mengetahui dampak korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis dan yang  bertanggung jawab
  3. Mengetahui cara memberantas para koruptor
1.5              Metode Penelitian
1.5.1        Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah : Moralitas koruptor
1.5.2    Data
Data yang digunakan oleh penulis :
Data Sekunder berupa data kualitatif, yaitu dengan mencari data-data tentang moralitas koruptor



BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.            Pengertian Moralitas
Moral berasal dari bahasa Latin "mos" (jamak: mores) yang berarti kebiasaan, adat. Kata "mos" (mores) dalam bahasa Latin sama artinya dengan etos dalam bahasa Yunani. Di dalam bahasa Indonesia, kata moral diterjemahkan dengan arti susila.
Berikut ini beberapa Pengertian Moral Menurut para Ahli:
  • Pengertian Moral Menurut Chaplin (2006): Moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku.
  • Pengertian Moral Menurut Hurlock (1990): moral adalah tata cara, kebiasaan, dan adat peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya.
  • Pengertian Moral Menurut Wantah (2005): Moral adalah sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salah dan baik buruknya tingkah laku.
Dari tiga pengertian moral di atas, dapat disimpulkan bahwa Moral adalah suatu keyakinan tentang benar salah, baik dan buruk, yang sesuai dengan kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran. Jadi, moral sangat berhubungan dengan benar salah, baik buruk, keyakinan, diri sendiri, dan lingkungan sosial.

2.2.            Pengertian Korupsi
 Apabila dilihat dari asal-usul istilahnya, korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio yang berarti kerusakan, pembusukan, kemerosotan, dan penyuapan. Ada beberapa istilah yang mempunyai arti yang sama dengan korupsi, yaitu corrupt (Kitab Negarakrtagama) artinya rusak, gin moung (Muangthai) artinya makan bangsa, tanwu (China) berarti keserakahan bernoda, oshoku (Jepang) yang berarti kerja kotor. Berdasarkan makna harfiah, korupsi adalah keburukan, kejahatan, ketidakjujuran, penyimpangan dari kesucian, kata-kata yang bernuansa menghina atau memfitnah, penyuapan. Dalam bahasa Indonesia korupsi adalah perbuatan buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.

Ada beberapa unsur korupsi, yaitu:
1. adanya pelaku Korupsi terjadi karena adanya pelaku atau pelaku-pelaku yang memenuhi unsur-unsur tindakan korupsi.
2. adanya tindakan yang melanggar norma-norma Tindakan yang melanggar norma-norma itu dapat berupa norma agama, etika, maupun hukum.
 3. adanya tindakan yang merugikan negara atau masyarakat secara langsung maupun tidak langsung Tindakan yang merugikan negara atau masyarakat dapat berupa penggunaan dan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang maupun penggunaan kesempatan yang ada, sehingga merugikan keuangan negara, fasilitas maupun pengaruh dari negara.
4. adanya tujuan untuk keuntungan pribadi atau golongan Hal ini berarti mengabaikan rasa kasih sayang dan tolong-menolong dalam bermasyarakat demi kepentingan pribadi atau golongan. Keuntungan pribadi atau golongan dapat berupa uang, harta kekayaan, fasilitas-fasilitas negara atau masyarakat dan dapat pula mendapatkan pengaruh.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah : Moralitas Koruptor
3.2.      Data yang Digunakan
Data yang digunakan oleh penulis :
Data Sekunder berupa data kualitatif, yaitu dengan mencari data-data tentang moralitas koruptor


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Faktor - faktor penyebab korupsi
            Mengutip teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
  • Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
  • Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
  • Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
  • Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.
Faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor) korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan Exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang kepentingannya dirugikan.

4.2. Dampak korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis dan pihak yang  bertanggung jawab
            Dengan adanya praktek korupsi yang sedang marak terjadi di Indonesia, seperti proses perizinan usaha sebuah perusahaan yang berbelit-belit dan dengan biaya tinggi yang tidak pada semestinya dikarenakan ada oknum tertentu dengan sengaja mengambil sebagian biaya tersebut. Dengan adanya praktek pungutan yang tidak semestinya, maka hal tersebut, tentunya sangat berdampak pada kegiatan bisnis dalam suatu perusahaan karena dengan adanya praktek-praktek korupsi oleh pihak-pihak/oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab ini akan membebankan perusahaan  seperti adanya High Cost sehingga hal tersebut berpengaruh pula pada harga dari sebuah produk barang atau jasa yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena buruknya mental dan minimnya pemahaman serta kesadaran hukum pada para pelaku tindak pidana korupsi tersebut. Dan adanya persepsi dari para pengusaha terjadinya sejumlah kasus korupsi termasuk suap, juga dipicu karena rumitnya urusan birokrasi yang tidak pro bisnis, sehingga mengakibatkan beban biaya ekonomi yang tinggi dan inefisiensi waktu.

4.3.      Cara memberantas para koruptor
            Memberantas korupsi bukan merupakan kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semata, tapi merupakan tanggung jawab seluruh elemen bangsa itu sendiri. Peran kita sebagai harapan bangsa selain memberantas korupsi yang ada dalam diri sendiri juga berkewajiban memberantas korupsi yang sudah menjadi mata pencaharian para kelompok-kelompok orang tertentu. salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah membuat ide yang sangat menakjubkan demi kemerdekaan bangsa ini dari penjajahan para koruptor.
Di bawah ini merupakan 6 cara ampuh memberantas korupsi :

1. Membuat Wisata Pulau Koruptor
Indonesia adalah salah satu negeri yang tingkat korupsinya sangat tinggi. Sebab, banyak pejabat yang menyelewengkan uang negara, baik untuk kepentingan pribadi maupun golongan. Sungguh sangat memprihatinkan dan ironis, di antara sekian banyak dana asing yang masuk ke Indonesia sekarang ini, seharusnya sebagian diinvestasikan untuk membangun penjara di sebuah pulau untuk para koruptor, kemudian dimanfaatkan untuk tujuan wisata. Manfaatnya sangat banyak, selain membuat jera para pelaku, itu akan mendatangkan devisa yang besar bagi Negara, yang paling penting juga menjadi tempat yang baik bagi pelajar untuk berlibur sekaligus menambah wawasan, bahwa “koruptor adalah musuh nomor satu bangsa Indonesia. 
2. Perlu Miss Antikorupsi
Sungguh ironis jika melihat kasus korpsi di negeri ini. Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyerukan pemberantasan korupsi di KTT ke-17 ASEAN di Hanoi, Vietnam, Gayus Tambunan malah ngelencer ke Bali hanya untuk menonton turnamen tenis dunia. Sangat disayangkan, begitu gampang sekali para pejabat negeri ini yang diberi kepercayaan oleh masyarakat menyalah gunakan jabatan hanya demi uang. Apalagi yang diberi izin keluar terkait dengan kasus korupsi. Indonesia perlu miss antikorupsi. Tugasnya adalah mengampanyekan pentingnya kejujuran dalam menjalankan amanah kepada seluruh pejabat pemerintah mulai  pusat hingga daerah
3. Mengadopsi Doktrin G 30 S PKI
Indonesia perlu membentuk Gerakan 30 September Pemberantasan Korupsi di Indonesia (G 30 S PKI). Tujuannya, menindak tegas para jenderal ataupun pejabat pemerintah yang terlibat kasus korupsi. Hal ini perlu dilaksanakan karena masih banyak pejabat yang terlibat kasus korupsi, tapi tak tersentuh oleh hokum.
4. Mendirikan WikiLeaks Indonesia
Saat ini dunia tengah diguncang oleh kebocoran kawat diplomatik beberapa negara. Yang paling sering dipublikasikan adalah dokumen rahasia Amerika Serikat (AS) erhadap negara-negara lain. Akibatnya, negara adidaya itu berang karena kebusukan diplomasinya terbongkar. Pemerintah atau masyarakat di Indonesia perlu mendirikan lembaga mirip WikiLeaks khusus Indonesia. Tugasnya, mengungkap dan  membeberkan dokumen rahasia kawat diplomasi antar koruptor, pelanggaran HAM, dan jaringan terorisme yang selama ini seolah tidak terselesaikan di negeri ini.
 5. Memiskinkan Para Koruptor
Vonis tujuh tahun penjara yang dijatuhkan kepada terdakwa kasus mafia pajak Gayus Tambunan dinilai beberapa kalangan terlalu ringan dan telah merusak tatanan hukum Indonesia. Muncul banyak komentar miring dari masyarakat tentang vonis itu, seperti dalam diskusi beberapa mahasiswa di tempat biasa mereka berkumpul. Dalam diskusi tersebut, ada yang berpendapat bahwa mereka rela dipenjara tujuh tahun asal diberi uang Rp 28 miliar daripada berkuliah empat tahun tapi belum tentu segala cita-cita tecapai. Memang pendapat seperti itu salah dan perlu diluruskan. Tapi, itulah yang terjadi jika hukum tetap timpang dan tidak bisa menjerat para pelaku korupsi dengan sanksi yang pantas. Yakni, semakin banyak koruptor baru. Sebab, hukum yang semestinya memberikan efek jera bagi koruptor malah hanya menjadi formalitas di suatu negara. 
6.  Menghapus Remisi Bagi Koruptor
Sungguh enak jadi koruptor di Indonesia. Setiap peringatan hari kemerdekaan RI pasti mendapatkan remisi tahanan. Belum lagi grasi dari presiden. Benar-benar dimanjakan oleh pemerintah.Sehingga banyak kalangan yang merasa kecewa terhadap kejadian ini. Termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menyatakan bahwa remisi bagi narapidana kasus korupsi akan mematahkan semangat KPK untuk memberantas  tindak pidana korupsi di negeri ini. Sangat disayangkan jika hal ini dibiarkan terjadi.
6 cara ini diharapkan mampu menghapus tindakan koruptor yang selama ini membuat negara rugi.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
            Korupsi merupakan perbuatan yang sangat tidak bermoral. Mengambil keuntungan untuk diri sendiri ataupun kelompok dengan cara yang tidak baik, yang dapat merugikan ataupun mengorbankan orang lain bahkan masyarakat banyak. Penyebab terjadinya korupsi juga dikarenakan moral yang tidak baik serta hukum yang kurang tegas bagi para koruptor sehingga para koruptor bias leluasa terus menerus melakukan korupsi. Korupsi juga dapat memberikan dampak yang tidak baik pada bidang bisnis, karena adanya oknum-oknum yang meminta uang lebih ataupun pungutan liar, yang tidak bertanggung jawab ini akan membebankan perusahaan  seperti adanya biaya tinggi sehingga hal tersebut berpengaruh pula pada harga dari sebuah produk barang atau jasa yang dihasilkan.
5.2. Saran                   
            Seharusnya hukum untuk para koruptor harus lebih tegas. Para koruptor harus diberi hukuman yang bias membuat efek jera. Seperti diasingkan ke tahanan di sebuah pulau terpencil khusus para koruptor, member hukuman penjara yang tidak sebentar dan memiskinkan para koruptor tersebut, karena para koruptor adalah musuh bangsa yang sesungguhnya.

 
DAFTAR PUSTAKA