Pasar bebas adalah sistem ekonomi yang lahir untuk
mendobrak sistem ekonomi yang tidak etis dan yang menghambat
pertumbuhan ekonomi dengan memberi kesempatan berusaha yang sama,
bebas, dan fair kepada semua pelaku ekonomi. Ada beberapa alasan
untuk hukum menunjang moralitas dengan menciptakan ruang, peluang,
dan iklim yang kondusif bagi praktik bisnis yang baik dan etis,
yaitu:
- Hukum saja tidak memadai karena hukum bisa sangat tidak etis dan tidak adil.
- Adanya tanggapan serius dari hampir semua perusahaan terhadap surat pembaca di koran dari konsumen tertentu yang mengeluh tentang produk atau pelayanan tertentu dari suatu perusahaan yang mengecewakan, menunjukan dengan jelas bahwa bagi banyak pengusaha, hukum saja tidak cukup.
- Kendati hukum itu baik dan perlu, hukum saja bisa tidak manusiawi. Ketika hukum diharapkan secara harfiah tanpa pertimbangan moral dan rasa kemanusiaan pada kasus yang menuntut pertimbangan moral yang ekstra, maka hukum menjadi tidak etis dan tidak manusiawi.
- Keunggulan Moral Pasar Bebas
Dari segi moral, sistem
ekonomi pasar bebas mengandung beberapa hal yang sangat positif,
yaitu:
- Sistem ekonomi pasar bebas menjamin keadilan melalui jaminana perlakuan yang baik dan fair bagi semua pelaku ekonomi.
- Ada aturan yang jelas dan fair dan etis. Aturan ini diberlakukan juga secara fair, transparan, konsekuen, dan objektif.
- Pasar memberi peluang yang optimal kendati belum tentu sempurna bagi pesaing bebas yang sehat dan fair
- Dari segi pemerataan ekonomi pada tingkat pertama ekonomi pasar jauh lebih mampu menjamin pertumbuhan ekonomi
- Pasar juga memberi peluang yang optimal bagi perwujudan kebebasan manusia.
- Peran Pemerintah
Syarat utama bagi
terwujudnya sistem pasar yang adil, syarat utama bagi kegiatan bisnis
yang baik dan etis adalah perlunya suatu pemerintahaan yang adil
juga. Artinya pemerintah yang benar-benar bersikap netral dan tunduk
pada aturan main yang ada, berupa aturan keadilan yang menjamin hak
dan kepentingan setiap orang secara sama dan fair. Dalam
perdagangan internasional atau perdagangan bebas, suatu kebijakan dari
pihak pemerintah perlu diberlakukan untuk tercapainya suatu pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas yang selalu berarah positif, disini ada beberapa
kebijakan dari pemerintah dalam perdagangan international atau
perdagangan bebas.
1. Bea Cukai
2. Pajak
3. Tarif
4. Quota
5. Penunjukan Importir
6. Subtitusi Impor
Alasan diadakannya perdagangan International atau perdagangan Bebas yaitu :
1
Teori Klasik yang membahas tentang suatu keungulan Absolut yang
dikemukakan oleh adam smith serta tentang efisiensi,ongkos produksi yang
dikemukakan oleh david ricardo
2. Teori Moderen yang menyatakan faktor produksi pada modal dan jumlah tenaga kerja yang banyak.
Beberapa kebijakan dalam mengatur laju expor yaitu dengan cara :
1. Diversifikasi
a. Memperluas Pangsa pasar
b. Perbaikan Mutu
c. Menambah jenis barang
2. Devaluasi yaitu kebijakan dalam hal menurunkan nilai mata uang
3. Subsidi + Premi Expor
4. Kestabilan harga harga didalam negeri
Masyarakat Indonesia masih mengalami kebingungan mengenai
kebijakan pemerintah di bidang ekonomi tentang Perdagangan Bebas.
Kebijakan ini seperti dua sisi mata koin, di satu sisi menguntungkan
Negara untuk membuka lapangan pekerjaan baru bagi para pengangguran di
Indonesia yang jumlahnya tergolong masih besar, di sisi lain secara
tidak langsung, pemerintah mengabaikan kesejahteraan rakyat di banyak
sektor, terutama sektor usaha kecil menengah, dan pertanian.
Berdasarkan
data dari pusat statistik Indonesia (BPS), Angka kemiskinan di
Indonesia mencapai 35 juta orang atau 13,33 persen dari jumlah penduduk
yang mencapai sekitar 237 juta jiwa, sedangkan Bank Dunia melaporkan
kemiskinan di Indonesia masih berkisar sekitar 100 juta.
Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) dengan ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya.
Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semua hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar.
Contohnya untuk usaha kecil dan menengah dibidang tekstil, dimana untuk daerah China, Hongkong ataupun Taiwan mengimpor barang ke Indonesia dengan harga yang sangat murah, karena di Negara mereka, proses produksi dilakukan dengan cara massal, sehingga dapat menekan biaya produksi.Hal hal seperti ini menyebabkan rakyat Indonesia belum siap untuk menghadapi situasi perdagangan bebas ini. Belum lagi kemampuan Negara Negara seperti China dan Hong Kong melihat kondisi pasar di Indonesia yang cenderung sangat konsumtif, dalam artian lebih mementingkan model daripada kualitas bahan.
Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) dengan ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya.
Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semua hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar.
Contohnya untuk usaha kecil dan menengah dibidang tekstil, dimana untuk daerah China, Hongkong ataupun Taiwan mengimpor barang ke Indonesia dengan harga yang sangat murah, karena di Negara mereka, proses produksi dilakukan dengan cara massal, sehingga dapat menekan biaya produksi.Hal hal seperti ini menyebabkan rakyat Indonesia belum siap untuk menghadapi situasi perdagangan bebas ini. Belum lagi kemampuan Negara Negara seperti China dan Hong Kong melihat kondisi pasar di Indonesia yang cenderung sangat konsumtif, dalam artian lebih mementingkan model daripada kualitas bahan.
Kebijaksanaan di Bidang Impor
• Kebijakan mengenai tarif bea masuk komoditi: Keputusan
Menteri Keuangan No. 60/KMK.01/2002 s/d/ No. 100/KMK.01/2002. Bea
masuk untuk garment ditetapkan antara 15% s/d 20%.
• Kebijakan mengenai barang yang diatur tataniaganya:
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 642/MPP/Kep/9/2002.
Impor gombal baru dan bekas (Ex. 6310.90.000) yang sebelumnya boleh
diimpor oleh importir umum limbah (IU Limbah) menjadi dilarang sama
sekali.
Kebijakan di bidang impor dan ekspor juga masih diarahkan untuk
melindungi industri garment tersebut, antara lain dengan mengenakan bea
masuk yang cukup tinggi terhadap produk impor (antara 15% – 20%),
melarang impor gombal baru maupun bekas dan memberi kemudahan ekspor
bagi produsen yang berniat mengekspor produknya. Mengingat produk
garment adalah produk yang dikenakan kuota oleh beberapa negara importir
maka pemerintah, melalui serangkaian kebijakan, berusaha mengatur agar
kuota ekspor tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal.
Kebijaksanaan di Bidang Ekspor
• Kebijakan mengenai ketentuan umum di bidang ekspor: Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No. 575/MPP/Kep/VIII/2002. Tekstil dan
Produk Tekstil (Ex HS 4202, 5001s/d 6310, Ex 6405), khusus untuk ekspor
tujuan negara kuota (Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada, Norwegia dan
Turki) termasuk ke dalam barang yang diatur ekspornya.
•Kebijakan mengenai kuota: Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Nomor : 311/Mpp/Kep/10/2001 tentang Ketentuan Kuota Ekspor
Tekstil Dan Produk Tekstil. Seperti diketahui, beberapa negara importir
menerapkan sistem kuota untuk impor tekstil dan produk tekstil mereka.
Untuk itu Pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai kuota dan manajemen
kuota yang transparan agar pemanfaatan kuota lebih optimal, memberi
kemudahan serta lebih memberi kepastian bagi dunia usaha.
Kebijakan Kuota
Dalam perdagangan internasional, penerapan kuota TPT oleh beberapa
negara tertentu dianggap membantu memperluas perdagangan global. Hal ini
karena negara eksportir secara lama kelamaan akan kehabisan kuota, yang
akan mendorong para buyer untuk mencari negara baru yang belum
memperoleh hambatan kuota. Dengan semakin meningkatnya ekspor, negara
produsen baru tersebut lambat laun akan dikenai kuota juga. Hal ini akan
mendorong para buyer untuk mencari negara baru lagi yang masih belum
terkena kuota.
Bagi pengusaha garment, adanya kebijakan kuota tersebut cenderung
merugikan karena mereka harus mendapatkan jatah kuota untuk dapat
mengekspor ke negara-negara kuota meskipun mereka telah memperoleh order
dari buyer. Hal itu menimbulkan potensi kerugian bagi pengusaha karena
sebenarnya mereka mampu memenuhi order tersebut. Potensi kerugian juga
dapat timbul karena buyer mengalihkan order ke negara lain karena takut
bahwa kuota untuk komoditi yang dipesannya telah terlampaui.
Sumber :
http://rayvictory.wordpress.com/2012/05/25/dampak-kebijakan-terhadap-perdagangan-internasional/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar